Peristiwa Isra' dan Mi'raj
Pada masa itulah Isra' dan Mi'raj terjadi. Malam itu Muhammad sedang berada di rumah saudara sepupunya, Hindun puteri Abu Talib yang mendapat nama panggilan Umm Hani'. Ketika itu Hindun mengatakan:
"Malam itu Rasulullah bermalam di rumah saya. Selesai salat akhir malam, ia tidur dan kamipun tidur. Pada waktu sebelum fajar Rasulullah sudah membangunkan kami. Sesudah melakukan ibadat pagi bersama-sama kami, ia berkata: 'Umm Hani', saya sudah salat akhir malam bersama kamu sekalian seperti yang kaulihat di lembah ini. Kemudian saya ke Bait'l-Maqdis (Yerusalem) dan bersembahyang di sana. Sekarang saya sembahyang siang bersama-sama kamu seperti kaulihat."
Kataku: "Rasulullah, janganlah menceritakan ini kepada orang lain. Orang akan mendustakan dan mengganggumu lagi!"
"Tapi harus saya ceritakan kepada mereka," jawabnya.
Orang yang mengatakan, bahwa Isra' dan Mi'raj Muhammad 'alaihissalam dengan ruh itu berpegang kepada keterangan Umm Hani' ini, dan juga kepada yang pernah dikatakan oleh Aisyah: "Jasad Rasulullah s.a.w. tidak hilang, tetapi Allah menjadikan isra'8 itu dengan ruhnya." Juga Mu'awiya b. Abi Sufyan ketika ditanya tentang isra' Rasul menyatakan: Itu adalah mimpi yang benar dari Tuhan. Di samping semua itu orang berpegang kepada firman Tuhan: "Tidak lain mimpi yang Kami perlihatkan kepadamu adalah sebagai ujian bagi manusia." (Qur'an, 17:60)
"Malam itu Rasulullah bermalam di rumah saya. Selesai salat akhir malam, ia tidur dan kamipun tidur. Pada waktu sebelum fajar Rasulullah sudah membangunkan kami. Sesudah melakukan ibadat pagi bersama-sama kami, ia berkata: 'Umm Hani', saya sudah salat akhir malam bersama kamu sekalian seperti yang kaulihat di lembah ini. Kemudian saya ke Bait'l-Maqdis (Yerusalem) dan bersembahyang di sana. Sekarang saya sembahyang siang bersama-sama kamu seperti kaulihat."
Kataku: "Rasulullah, janganlah menceritakan ini kepada orang lain. Orang akan mendustakan dan mengganggumu lagi!"
"Tapi harus saya ceritakan kepada mereka," jawabnya.
Orang yang mengatakan, bahwa Isra' dan Mi'raj Muhammad 'alaihissalam dengan ruh itu berpegang kepada keterangan Umm Hani' ini, dan juga kepada yang pernah dikatakan oleh Aisyah: "Jasad Rasulullah s.a.w. tidak hilang, tetapi Allah menjadikan isra'8 itu dengan ruhnya." Juga Mu'awiya b. Abi Sufyan ketika ditanya tentang isra' Rasul menyatakan: Itu adalah mimpi yang benar dari Tuhan. Di samping semua itu orang berpegang kepada firman Tuhan: "Tidak lain mimpi yang Kami perlihatkan kepadamu adalah sebagai ujian bagi manusia." (Qur'an, 17:60)
Sebaliknya orang yang berpendapat, bahwa isra' dari Mekah ke Bait'l-Maqdis itu dengan jasad, landasannya ialah apa yang pernah dikatakan oleh Muhammad, bahwa dalam isra' itu ia berada di pedalaman, seperti yang akan disebutkan ceritanya nanti. Sedang mi'raj ke langit adalah dengan ruh. Di samping mereka itu ada lagi pendapat bahwa isra' dan mi'raj itu keduanya dengan jasad. Polemik sekitar perbedaan pendapat ini di kalangan ahli-ahli ilmu kalam banyak sekali dan ribuan pula tulisan-tulisan sudah dikemukakan orang. Sekitar arti isra' ini kami sendiri sudah mempunyai pendapat yang ingin kami kemukakan juga. Kita belum mengetahui, sudah adakah orang yang mengemukakannya sebelum kita, atau belum. Tetapi, sebelum pendapat ini kita kemukakan - dan supaya dapat kita kemukakan - perlu sekali kita menyampaikan kisah isra, dan mi'raj ini seperti yang terdapat dalam buku-buku sejarah hidup Nabi.
Dengan indah sekali Dermenghem melukiskan kisah ini yang disarikannya dari pelbagai buku sejarah hidup Nabi, yang terjemahannya sebagai berikut:
"Pada tengah malam yang sunyi dan hening, burung-burung malampun diam membisu, binatang-binatang buas sudah berdiam diri, gemercik air dan siulan angin juga sudah tak terdengar lagi, ketika itu Muhammad terbangun oleh suara yang memanggilnya: "Hai orang yang sedang tidur, bangunlah!" Dan bila ia bangun, di hadapannya sudah berdiri Malaikat Jibril dengan wajah yang putih berseri dan berkilauan seperti salju, melepaskan rambutnya yang pirang terurai, dengan mengenakan pakaian berumbaikan mutiara dan emas. Dan dari sekelilingnya sayap-sayap yang beraneka warna bergeleparan. Tangannya memegang seekor hewan yang ajaib, yaitu buraq yang bersayap seperti sayap garuda. Hewan itu membungkuk di hadapan Rasul, dan Rasulpun naik.
"Maka meluncurlah buraq itu seperti anak panah membubung di atas pegunungan Mekah, di atas pasir-pasir sahara menuju arah ke utara. Dalam perjalanan itu ia ditemani oleh malaikat. Lalu berhenti di gunung Sinai di tempat Tuhan berbicara dengan Musa. Kemudian berhenti lagi di Bethlehem tempat Isa dilahirkan. Sesudah itu kemudian meluncur di udara.
"Sementara itu ada suara-suara misterius mencoba menghentikan Nabi, orang yang begitu ikhlas menjalankan risalahnya. Ia melihat, bahwa hanya Tuhanlah yang dapat menghentikan hewan itu di mana saja dikehendakiNya.
"Seterusnya mereka sampai ke Bait'l-Maqdis. Muhammad mengikatkan hewan kendaraannya itu. Di puing-puing kuil Sulaiman ia bersembahyang bersama-sama Ibrahim, Musa dan Isa. Kemudian dibawakan tangga, yang lalu dipancangkan diatas batu Ya'qub. Dengan tangga itu Muhammad cepat-cepat naik ke langit.
"Langit pertama terbuat dari perak murni dengan bintang-bintang yang digantungkan dengan rantai-rantai emas. Tiap langit itu dijaga oleh malaikat, supaya jangan ada setan-setan yang bisa naik ke atas atau akan ada jin yang akan mendengarkan rahasia-rahasia langit. Di langit inilah Muhammad memberi hormat kepada Adam. Di tempat ini pula semua makhluk memuja dan memuji Tuhan. Pada keenam langit berikutnya Muhammad bertemu dengan Nuh, Harun, Musa, Ibrahim, Daud, Sulaiman, Idris, Yahya dan Isa. Juga di tempat itu ia melihat Malaikat maut Izrail, yang karena besarnya jarak antara kedua matanya adalah sejauh tujuh ribu hari perjalanan. Dan karena kekuasaanNya, maka yang berada di bawah perintahnya adalah seratus ribu kelompok. Ia sedang mencatat nama-nama mereka yang lahir dan mereka yang mati, dalam sebuah buku besar. Ia melihat juga Malaikat Airmata, yang menangis karena dosa-dosa orang, Malaikat Dendam yang berwajah tembaga yang menguasai anasir api dan sedang duduk di atas singgasana dari nyala api. Dan dilihatnya juga ada malaikat yang besar luar biasa, separo dari api dan separo lagi dari salju, dikelilingi oleh malaikat-malaikat yang merupakan kelompok yang tiada hentinya menyebut-nyebut nama Tuhan: O Tuhan, Engkau telah menyatukan salju dengan api, telah menyatukan semua hambaMu setia menurut ketentuan Mu.
"Langit ketujuh adalah tempat orang-orang yang adil, dengan malaikat yang lebih besar dari bumi ini seluruhnya. Ia mempunyai tujuhpuluh ribu kepala, tiap kepala tujuhpuluh ribu mulut, tiap mulut tujuhpuluh ribu lidah, tiap lidah dapat berbicara dalam tujuh puluh ribu bahasa, tiap bahasa dengan tujuhpuluh ribu dialek. Semua itu memuja dan memuji serta mengkuduskan Tuhan.
"Sementara ia sedang merenungkan makhluk-makhluk ajaib itu, tiba-tiba ia membubung lagi sampai di Sidrat'l-Muntaha yang terletak di sebelah kanan 'Arsy, menaungi berjuta-juta ruh malaikat. Sesudah melangkah, tidak sampai sekejap matapun ia sudah menyeberangi lautan-lautan yang begitu luas dan daerah-daerah cahaya yang terang-benderang, lalu bagian yang gelap gulita disertai berjuta-juta tabir kegelapan, api, air, udara dan angkasa. Tiap macam dipisahkan oleh jarak 500 tahun perjalanan. Ia melintasi tabir-tabir keindahan, kesempurnaan, rahasia, keagungan dan kesatuan. Dibalik itu terdapat tujuhpuluh ribu kelompok malaikat yang bersujud tidak bergerak dan tidak pula diperkenankan meninggalkan tempat.
"Kemudian terasa lagi ia membubung ke atas ke tempat Yang Maha Tinggi. Terpesona sekali ia. Tiba-tiba bumi dan langit menjadi satu, hampir-hampir tak dapat lagi ia melihatnya, seolah-olah sudah hilang tertelan. Keduanya tampak hanya sebesar biji-bijian di tengah-tengah ladang yang membentang luas.
"Begitu seharusnya manusia itu, di hadapan Raja semesta alam.
"Kemudian lagi ia sudah berada di hadapan 'Arsy, sudah dekat sekali. Ia sudah dapat melihat Tuhan dengan persepsinya, dan melihat segalanya yang tidak dapat dilukiskan dengan lidah, di luar jangkauan otak manusia akan dapat menangkapnya. Maha Agung Tuhan mengulurkan sebelah tanganNya di dada Muhammad dan yang sebelah lagi di bahunya. Ketika itu Nabi merasakan kesejukan di tulang punggungnya. Kemudian rasa tenang, damai, lalu fana ke dalam Diri Tuhan yang terasa membawa kenikmatan.
"Sesudah berbicara... Tuhan memerintahkan hambaNya itu supaya setiap Muslim setiap hari sembahyang limapuluh kali. Begitu Muhammad kembali turun dari langit, ia bertemu dengan Musa. Musa berkata kepadanya:
"Bagaimana kauharapkan pengikut-pengikutmu akan dapat melakukan salat limapuluh kali tiap hari? Sebelum engkau aku sudah punya pengalaman, sudah kucoba terhadap anak-anak Israil sejauh yang dapat kulakukan. Percayalah dan kembali kepada Tuhan, minta supaya dikurangi jumlah sembahyang itu.
"Muhammadpun kembali. Jumlah sembahyang juga lalu dikurangi menjadi empatpuluh. Tetapi Musa menganggap itu masih di luar kemampuan orang. Disuruhnya lagi Nabi penggantinya itu berkali-kali kembali kepada Tuhan sehingga berakhir dengan ketentuan yang lima kali.
"Sekarang Jibril membawa Nabi mengunjungi surga yang sudah disediakan sesudah hari kebangkitan, bagi mereka yang teguh iman. Kemudian Muhammad kembali dengan tangga itu ke bumi. Buraqpun dilepaskan. Lalu ia kembali dari Bait'l-Maqdis ke Mekah naik hewan bersayap."
Demikian cerita Dermenghem tentang Isra' dan Mi'raj. Kitapun dapat melihat, apa yang diceritakannya itu memang tersebar luas dalam buku-buku sejarah hidup Nabi, sekalipun akan kita lihat juga bahwa semua itu berbeda-beda. Di sana-sini dilebihi atau dikurangi.
Salah satu contoh misalnya cerita Ibn Hisyam melalui ucapan Nabi 'alaihissalam sesudah berjumpa dengan Adam di langit pertama, ketika mengatakan: "Kemudian kulihat orang-orang bermoncong seperti moncong unta, tangan mereka memegang segumpal api seperti batu-batu, lalu dilemparkan ke dalam mulut mereka dan keluar dari dubur. Aku bertanya: "Siapa mereka itu, Jibril?". "Mereka yang memakan harta anak-anak yatim secara tidak sah," jawab Jibril. Kemudian kulihat orang-orang dengan perut yang belum pernah kulihat dengan cara keluarga Fir'aun menyeberangi mereka seperti unta yang kena penyakit dalam kepalanya, ketika dibawa ke dalam api. Mereka diinjak-injak tak dapat beranjak dari tempat mereka. Aku bertanya: "Siapa mereka itu, Jibril?". "Mereka itu tukang-tukang riba," jawabnya. Kemudian kulihat orang-orang, di hadapan mereka ada daging yang gemuk dan baik, di samping ada daging yang buruk dan busuk. Mereka makan daging yang buruk dan busuk itu dan meninggalkan yang gemuk dan baik. Aku bertanya: "Siapakah mereka itu, Jibril"? "Mereka orang-orang yang meninggalkan wanita yang dihalalkan Tuhan dan mencari wanita yang diharamkan," jawabnya. Kemudian aku melihat wanita-wanita yang digantungkan pada buah dadanya. Lalu aku bertanya: "Siapa mereka itu, Jibril?" "Mereka itu wanita yang memasukkan laki-laki lain bukan dari keluarga mereka ..." Kemudian aku dibawa ke surga. Di sana kulihat seorang budak perempuan, bibirnya merah. Kutanya dia: "Kepunyaan siapa engkau?" Aku tertarik sekali waktu kulihat. "Aku kepunyaan Zaid ibn Haritha," jawabnya. Maka Rasulullah s.a.w. lalu memberi selamat kepada Zaid ibn Haritha."
Selain dari buku Ibn Hisyam ini, dalam buku-buku sejarah hidup Nabi yang lain dan dalam buku-buku tafsir orang akan melihat bermacam-macam hal lagi di samping itu. Sudah menjadi hak setiap penulis sejarah bila akan bertanya-tanya, sampai di mana benar ketelitian dan penyelidikan yang mereka adakan dalam hal ini semua; mana yang boleh dijadikan pegangan (askripsi) sampai kepada Nabi sesuai dengan pegangan yang sahih (otentik), dan mana pula yang hanya berupa buah khayal orang-orang tasauf dan sebangsanya.
Kalau di sini tidak cukup ruangan untuk mengadakan ketentuan atau penyelidikan dalam bidang tersebut, dan kalau bukan pula di sini tempatnya untuk menyatakan apakah isra' dan mi'raj itu keduanya dengan jasad, ataukah mi'raj dengan ruh dan isra' dengan jasad, ataukah isra' dan mi'raj itu semuanya dengan ruh - maka sudah tentu bahwa tiap pendapat itu akan ada dasarnya pada ahli-ahli ilmu kalam dan tak ada salahnya, kalau atas pendapat-pendapat itu orang menyatakan pendiriannya sendiri, yang akan berbeda pula satu dari yang lain.
Jadi barangsiapa yang mau menyatakan pendapatnya, bahwa isra' dan mi'raj itu keduanya dengan ruh, maka dasarnya adalah seperti yang kita kemukakan tadi dan sudah berulang-ulang pula disebutkan dalam Qur'an dan diucapkan Rasul.
"Sungguh aku ini manusia seperti kamu juga yang diberikan wahyu kepadaku. Tetapi Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa," (Qur'an. 18: 110)
dan bahwa satu-satunya mujizat Muhammad ialah Qur'an, dan
"Bahwasanya Allah tidak akan mengampuni dosa orang yang mempersekutukanNya, tetapi Dia mengampuni segala dosa selain (syirik) itu, siapa saja yang dikehendakiNya." (Qur'an, 4:48)
Orang yang berpendapat demikian ini -sebenarnya melebihi yang lain- ia akan bertanya, apa sebenarnya arti isra' dan mi'raj itu. Di sinilah letak pendapat yang ingin kita kemukakan. Kita belum mengetahui, sudah adakah orang mengemukakan hal ini sebelum kita, atau belum.
Isra' dan mi'raj ini dalam hidup kerohanian Muhammad mempunyai arti yang tinggi dan agung sekali, suatu arti yang lebih besar dari yang biasa mereka lukiskan itu, yang kadang tidak sedikit dikacau dan dirusak oleh imajinasi ahli-ahli ilmu kalam yang subur itu. Jiwa yang sungguh kuat itu, tatkala terjadi isra' dan mi'raj, telah dipersatukan oleh kesatuan wujud ini, yang sudah sampai pada puncak kesempurnaannya. Pada saat itu tak ada sesuatu tabir ruang dan waktu atau sesuatu yang dapat mengalangi intelek dan jiwa Muhammad, yang akan membuat penilaian kita tentang hidup ini menjadi nisbi, terbatas oleh kekuatan-kekuatan kita yang sensasional, yang dapat diarahkan menurut akal pikiran. Pada saat itu semua batas jadi hanyut di depan hati nurani Muhammad. Seluruh alam semesta ini sudah bersatu ke dalam jiwanya, yang lalu disadarinya, sejak dari awal yang azali sampai pada akhir yang abadi -sejak dunia mulai berkembang sampai ke akhir zaman. Digambarkannya dalam perkembangan kesunyian dirinya dalam mencapai kesempurnaan itu, dengan jalan kebaikan dan keindahan dan kebenaran, dalam mengatasi dan mengalahkan segala kejahatan, kekurangan, keburukan dan kebatilan, dengan karunia dan ampunan Tuhan juga. Orang tidak akan mencapai keluhuran demikian itu, kalau tidak dengan suatu kekuatan yang berada di atas kodrat manusia yang pernah dikenalnya.
Apabila sesudah itu kemudian datang orang-orang yang menjadi pengikut Muhammad yang tidak sanggup mengikuti jejak pikirannya yang begitu tinggi, dengan kesadaran yang begitu kuat tentang kesatuan alam, kesempurnaan serta perjuangannya mencapai kesempurnaan itu, maka hal ini tidak mengherankan dan bukan pula aib tentunya. Orang-orang yang piawai dan jenial memang bertingkat-tingkat. Dalam kita mencapai kebenaran inipun selalu terbentur pada batas-batas ini; tenaga kita sudah tidak mampu mengatasinya.
Apabila kita mau menyebutkan sebagai contoh -dengan sedikit perbedaan tentunya, sehubungan dengan apa yang kita hadapi sekarang ini- cerita orang-orang buta yang ingin mengetahui gajah itu apa, maka salah seorang dari mereka itu akan berkata, bahwa gajah itu ialah seutas tali yang panjang, sebab kebetulan yang terpegang adalah buntutnya; yang seorang lagi berkata, bahwa gajah itu sebatang pohon, sebab kebetulan yang dijumpainya adalah kakinya; yang ketiga berkata, bahwa gajah itu runcing seperti anak panah, sebab kebetulan yang dijumpainya adalah taringnya; yang keempat berkata, bahwa gajah itu bulat panjang dan bengkok, banyak bergerak-gerak, sebab kebetulan yang dipegangnya adalah belalainya.
Contoh ini sebenarnya masih sejalan dengan gambaran yang terbayang ketika orang yang tidak buta itu melihat gajah untuk pertama kalinya. Boleh juga kiranya kita mengambil perbandingan antara persepsi (kesadaran) Muhammad menangkap esensi kesatuan alam ini serta penggambarannya kedalam isra'dan mi'raj yang berhubungan dengan waktu pertama sejak sebelum Adam sampai pada akhir hari kebangkitan dan yang akan menghilangkan pula kesudahan ruang ini, ketika ia melihat dengan mata batin dari Sidrat'l Muntaha ke alam semesta ini, yang ada sekarang di hadapannya dan sudah seperti kabut -dengan persepsi (kesadaran) kebanyakan orang yang dapat menangkap arti isra'-mi'raj itu. Tatkala itu ia berhadapan dengan bagian-bagian yang tidak termasuk kesatuan alam, sedang hidupnya hanya seperti partikel-partikel tubuh, bahkan seperti partikel-partikel yang melekat pada tubuh itu dengan susunannya yang tidak terpengaruh karenanya. Dari mana pula partikel-partikel daripada hidup tubuh itu, dari denyutan jantungnya, pancaran jiwanya, pikirannya yang penuh dengan enersi yang tak kenal batas; sebab, dari wujud hidup itulah ia berhubungan dengan segala kehidupan alam ini.
Isra' dengan ruh dalam pengertiannya adalah seperti isra' dan mi'raj juga yang semuanya dengan ruh. Ini adalah begitu luhur, begitu indah dan agung. Ia merupakan suatu gambaran yang kuat sekali dalam arti kesatuan rohani sejak dari awal yang azali sampai pada akhir yang abadi. Ini adalah suatu pendakian ke atas Gunung Sinai, tatkala Tuhan berbicara dengan Musa, dan ke Bethlehem, tempat Isa dilahirkan. Pertemuan rohani demikian ini sudah mengandung selawat bagi Muhammad, Isa, Musa dan Ibrahim, suatu manifestasi yang kuat sekali dalam arti kesatuan hidup agama sebagai suatu sendi kesatuan alam dalam edarannya yang terus-menerus menuju kepada kesempurnaan.
Ilmu pengetahuan pada masa kita sekarang ini mengakui isra' dengan ruh dan mengakui pula mi'raj dengan ruh. Apabila tenaga-tenaga yang bersih itu bertemu, maka sinar yang benarpun akan memancar. Dalam bentuk tertentu sama pula halnya dengan tenaga-tenaga alam ini, yang telah membukakan jalan kepada Marconi ketika ia menemukan suatu arus listrik tertentu dari kapalnya yang sedang berlabuh di Venesia. Dengan suatu kekuatan gelombang ether arus listrik itu telah dapat menerangi kota Sydney di Australia.
Ilmu pengetahuan zaman kita sekarang ini membenarkan pula teori telepati serta pengetahuan lain yang bersangkutan dengan itu. Demikian juga transmisi suara di atas gelombang ether dengan radio, telephotography (facsimile transmisi) dan teleprinter lainnya, suatu hal yang tadinya masih dianggap suatu pekerjaan khayal belaka. Tenaga-tenaga yang masih tersimpan dalam alam semesta ini setiap hari masih selalu memperlihatkan yang baru kepada alam kita. Apabila jiwa sudah mencapai kekuatan dan kemampuan yang begitu tinggi seperti yang sudah dicapai oleh jiwa Muhammad itu, lalu Allah memperjalankan dia pada suatu malam dari Masjid'l-Haram ke al-Masjid'l-Aqsha, yang disekelilingnya sudah diberi berkah guna memperlihatkan tanda-tanda kebesaranNya, maka itupun oleh ilmu pengetahuan dapat pula dibenarkan. Arti semua ini ialah pengertian-pengertian yang begitu kuat dan luhur, begitu indah dan agung, dan telah pula membayangkan kesatuan rohani dan kesatuan alam semesta ini begitu jelas dan tegas dalam jiwa Muhammad. Orang akan dapat memahami arti semua ini apabila ia dapat berusaha menempatkan diri lebih tinggi dari bayangan hidup yang singkat ini. Ia berusaha mencapai esensi kebenaran tertinggi itu guna memahami kedudukannya yang sebenarnya dan kedudukan alam ini seluruhnya.
Orang-orang Arab penduduk Mekah tidak dapat memahami semua pengertian ini. Itulah pula sebabnya, tatkala soal isra' itu oleh Muhammad disampaikan kepada mereka, merekapun lalu menanggapinya dari bentuk materi - mungkin atau tidaknya isra' itu. Apa yang dikatakannya itu kemudian menimbulkan kesangsian juga pada beberapa orang pengikutnya, pada orang-orang yang tadinya sudah percaya. Mereka banyak yang mengatakan: Masalah ini sudah jelas. Perjalanan kafilah yang terus-meneruspun antara Mekah-Syam memakan waktu sebulan pergi dan sebulan pulang. Mana boleh jadi Muhammad hanya satu malam saja pergi-pulang ke Mekah?!
Tidak sedikit mereka yang sudah Islam itu kemudian berbalik murtad. Mereka yang masih menyangsikan hal ini lalu mendatangi Abu Bakr dan keterangan yang diberikan Muhammad itu dijadikan bahan pembicaraan.
"Kalian berdusta," kata Abu Bakr.
"Sungguh," kata mereka. "Dia di mesjid sedang bicara dengan orang banyak."
"Dan kalaupun itu yang dikatakannya," kata Abu Bakr lagi, "tentu dia bicara yang sebenarnya. Dia mengatakan kepadaku, bahwa ada berita dari Tuhan, dari langit ke bumi, pada waktu malam atau siang, aku percaya. Ini lebih lagi dari yang kamu herankan."
Abu Bakr lalu mendatangi Nabi dan mendengarkan ia melukiskan Bait'l-Maqdis. Abu Bakr sudah pernah berkunjung ke kota itu.
Selesai Nabi melukiskan keadaan mesjidnya, Abu Bakr berkata:
"Rasulullah, saya percaya."
Sejak itu Muhammad memanggil Abu Bakr dengan "AshShiddiq."9
Alasan mereka yang berpendapat bahwa isra' itu dengan jasad ialah karena ketika Quraisy mendengar tentang kejadian Suraqa mereka menanyakannya dan mereka yang sudah beriman juga menanyakan tentang peristiwa yang luar biasa itu. Mereka memang belum pernah mendengar hal semacam itu. Lalu diceritakannya tentang adanya kafilah yang pernah dilaluinya di tengah jalan. Ketika ada seekor unta dari kafilah tersesat, dialah yang menunjukkan. Pernah ia minum dari sebuah kafilah lain dan sesudah minum lalu ditutupnya bejana itu. Pihak Quraisy menanyakan hal tersebut. Kedua kafilah itupun membenarkan apa yang telah diceritakan Muhammad itu.
Saya kira, kalau dalam hal ini orang bertanya kepada mereka yang berpendapat tentang isra' dengan ruh itu, tentu mereka tidak akan merasa heran sesudah ternyata ilmu masa kita sekarang ini dapat mengetahui mungkinnya hypnotisma menceritakan hal-hal yang terjadi di tempat-tempat yang jauh. Apalagi dengan ruh yang dapat menghimpun kehidupan rohani dalam seluruh alam ini. Dengan tenaga yang diberikan Tuhan kepadanya ia dapat mengadakan komunikasi dengan rahasia hidup ini dari awal alam azali sampai pada akhirnya yang abadi.
Komentar
Posting Komentar