Hukum Menikahi Wanita Hamil

Pergaulan bebas sudah merajarela baik di daerah-daerah maupun di kota Mengingat banyak terjadinya kasus para wanita yang hamil diluar hubungan nikah maka terkadang mengambil jalan pintas seperti aborsi. Naudzubillah min zalik!.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut maka agama islam perlu menegaskan Bagaimana hukumnya pernikahan wanita yang sedang hamil? Orangtua akan menikahkan anaknya dalam keadaan “terpaksa”. Berikut penjelasannya:

  1. Perempuan yang dinikahkan dalama keadaan hamil ada dua macam:
    1. Perempuan yang diceraikan suaminya dalam keadaan hamil. Maka tidak boleh dinikahi sampai lepas masa ‘iddahnya dan iddahnya ialah sampai ia melahirkan. Seperti Firman Allah Swt: dalam surat Ath-Tholaq ayat 4 yang berbunyi:

Dan perempuan-perempuan yang hamil waktu ‘iddah mereka sampai mereka melahirkan kandungannya”.

Dan hukum menikahi perempuan hamil ini
haram hukumnya seperti yang tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 235 yang berbunyi :

Dan janganlah kalian ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah sebelum habis masa ‘iddahnya.

    1. Perempuan yang hamil karena melakukan zina atau diluar nikah melakukan aqad nikah banyak ulama berpendapat dua perkara untuk sahnya nikah yaitu:
a.       bertaubat dari perbuatan zinanya
b.      Tidak disyaratkan taubatnya

Yang benar dalam masalah ini adalah pendapat pertama yang mengatakan disyaratkan untuk bertaubat. Berdasarkan firman Allah SWT dalam surat An-Nur ayat 3 yang berbunyi:

“ Laki-laki yang berzina tidak menikahi melainkan perempuan yang berzina atau perempuan yang musyrik. Dan perempuan yang berzina tidak dinikahi melainkan oelh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik. Dan telah diharamkan hal tersebut atas kaum mu’minin”

Ayat tersebut menegaskan haram nikah dengan perempuan pezina. Namun hukum haram tersebut bila ia tidak bertaubat. Adapun kalau ia telah bertaubat maka terhapuslah hokum haram ini.
Sabda Nabi Muhammad SAW: “Orang yang bertaubat dari dosa seperti orang yang tidak ada dosa baginya”. (Dihasankan oleh Syeikh Al-Albany dalam Adh-Dho’ifah 2/83 dari seluruh jalan-jalannya)

Maka dapat disimpulkan adalah ia bertaubat atas perbuatan zinanya yaitu dengan lima syarat:
o        Ikhlas karena Allah
o        Menyesali perbuatannya
o        Meninggalkan dosa tersebut
o        Ber’azam dengan sungguh-sungguh tidak akan mengulanginya
o        Pada waktu yang masih bisa bertaubat seperti sebelum matahari terbit dari barat dan sebelum ruh sampai ke tenggorokan.

Sumber : Ustz. Dzulqarnain bin Muhammad Sanusi

Komentar

Postingan Populer